Stabilisasi Politik dan Rehalibitasi Ekonomi Masa Orde Baru

STABILITAS POLITIK DAN REHALIBITASI EKONOMI


Pada tanggal 6 Juni 1968 Presiden Soeharto mengumumkan pembentukan dan susunan Kabinet Pembanguna I. Bersamaan dengan pembentukan Kabinet Pembangunan I tersebut, dibubarkan juga Kabinet Ampera yang bekerja sejak Juli 1966. Kedudukan Jenderal Soeharto semakin kuat setelah MPRS mengukuhkannya sebagai presiden pada tanggal 27 Maret 1968. Setelah mendapat kekuasaan penuh, pemerintah Orde Baru mulai menjalankan kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi yang telah ditetapkan oleh sidang MPRS tahun-tahun sebelumnya, seperti stabilitas politik keamanan (Tap. MPRS No. IX/MPRS/1996), stabilitas ekonomi (Tap. MPRS No. XXIII/MPRS/1966), dan pemilihan umum (Tap. MPRS No. XI/MPRS/1966). Untuk lebih memahaminya pelajarilah materi dibawah ini !
Stabilitas Politik dan Keamanan sebagai Dasar Pembangunan
Pemerintahan Orde Baru mencanangkan berbagai konsep dan aktivitas pembangunan nasional yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Adapun langkah pertama dalam melaksanakan pembangunan nasional adalah membentuk Kabinet Pembangunan I pada tanggal 6 Juni 1968. Tugas pokok Kabinet Pembangunan seperti yang ditetapkan dalam Ketetapan MPRS No. XLI/MPRS/1968 adalah melanjutkan tugas-tugas Kabinet Ampera. Tugas pokok Kabinet Pembangunan I dikenal dengan nama Pancakrida.
Adapun isi Pancakrida yaitu sebagai berikut.
a.      menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya pelaksanaan rencana pembanunan lima tahun (Repelita) dan pemilihan umum (pemilu)
b.      menyusun dan merencanakan Repelita
c.       melaksanakan pemilu selambat-lambatnya pada bulan Juli 1971
d.      mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G-30-S/PKI dan setiap bentuk rongrongan penyelewengan, serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945
e.      melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur Negara baik di pusat maupun di daerah dari unsur-unsur komunis
Untuk menciptakan kondisi politik yang stabil dan kondusif bagi terlaksananya amanat rakyat, melalui Tap. MPRS No. IX/MPRS/1966 pemerintah Orde Baru melaksanakan pemilu. Pemerintah Orde Baru juga mengeliminasi kekuatan-kekuatan yang secara historis dinilai berpotensi mengganggu stabilitas dan merongrong kewibawaan pemerintah. Pemerintah Orde Baru mneciptakan kekuatan politik sipil baru yang lebih mudah dikendalikan. Organisasi tersebut adalah Sekber Golkar (Sekretariat Bersama Golongan Karya) lebih dikenal dengan nama Golkar.
Berdasarkan Tap. MPRS No. IX/MPRS/1966 diharapkan pemerintah segera menyelenggarakan pemilu pada tahun 1968. Namun karena berbagai pertimbangan politik dan keamanan, pemilu baru dapat diselenggarakan pada tahun 1971. Jumlah partai politik yang ikut pemilu yaitu NU, Parmusi, PSII, PI Perti (Partai Islam Persatuan Tarbiah Islamiah), Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), PNI, dan Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) ditambah Golkar.
Pada akhir tahun 1971, pemerintah Orde Baru melaksanakan penyederhanaan partai politik. Realisasi penyederhanaan partai dilaksanakan melalui Sidang Umum MPR tahun 1973. Empat partai Islam yaitu NU, Parmusi, PSII, dan PI Perti bergabung dengan PPP, PNI, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Murba, dan IPKI bergabung dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Selain PPP dan PDI juga ada Golkar yang semula bernama Sekber Golkar.
Pemerintahan Orde Baru berhasil melaksanakan pemilu sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Semua pemilu tersebut dimenangkan oleh Golkar. Hal tersebut disebabkan oleh pengerahan kekuatan-kekuatan penyokong Orde Baru untuk mendukung Golkar. Kekuatan tersebut yaitu aparat pemerintah (pegawai negeri sipil) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Penyelenggaraan pemilu pada masa Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta dengan baik, apalagi pemilu tersebut berslogan “luber” (langsung, umum, bebas dan rahasia).
Selain melakukan pelarangan kegiatan partai politik, depolitisasi juga diberlkaukan di dunia pendidikan, tertama setelah terjadinya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari) pada tahun 1974. Terjadinya peristiwa Malari diawali dengan kegiatan para aktivitas mahasiswa yang bergabung dalam grup-grup diskusi yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. pada akhir Repelita I mahasiswa mensinyalir terjadinya penyelewengan program pembangunan nasional yang dilakukan pejabat pemerintah. Adanya kebijakan ekonomi yang memberikan keistimewaan kepada investor Jepang dinilai merugikan rakyat.
Pada waktu mendengar kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka pada tanggal 14 Januari 1974, mahasiswa memanfaatkan momentum tersebut untuk berdemontrasi di depan kantor Ali Moertopo dengan membakar boneka-boneka yang menggambarkan diri Perdana Menteri (PM) Tanaka serta Sudjono Humardani (asisten pribadi/aspri Presiden). Setelah PM Tanaka tiba di Indonesia, ribuan mahasiswa berbaris menuju pusat kota dengan menyebarkan plakat-plakat yang menuntut pembubaran aspri presiden, penurunan harga dan pemberantasan korupsi.  
Untuk meredam gerakan tersebut dikeluarkan SK/028/1974 tentang Petunjuk-Petunjuk Kebijaksanaan dalam Rangka Pembinaan Kehidupan Kampus Perguruan Tinggi. Demonstrasi dilarang dan kegiatan mahasiswa diarahkan pada diskusi dan seminar.
Selain mengembalikan setiap dinamika kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan pemerintah Orde Baru menghimpun semua komponen bangsa ke dalam agenda bersama yang diformulasikan dalam bentuk Trilogi Pembangunan.
Isi Trilogi Pembangunan         :
a.      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya untuk menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
b.      pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
c.       stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Stabilitas nasional yang meliputi stabilitas keamanan, ekonomi, dan politik. Stabilitas nasional tidak hanya merupakan prasyarat terselenggaranya pembangunan, tetapi juga merupakan amanat sila kedua Pancasila untuk mewujudkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Semua usaha yang dilakukan oleh Presiden Soeharto pada awal pemerintahannya bertujuan untuk menggerakan jalannya kegiatan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dapat berjalan dengan baik jika ada stabilitas politik dan keamanan.

Stabilisasi Penyeragaman

Pada masa pemerintahan Orde Baru dilakukan depolitisasi parpol dan ormas melalui cara penyeragaman ideologi Pancasila. Dengan alasan bahwa Pancasila telah menjadi consensus nasional, maka perlu disosialisasikan keseragaman daam pemahaman Pancasila. Gagasan tersebut disampaikan oleh Presiden Soeharto  di Yogyakarta pada waktu hari ulang tahun ke – 25 Universitas Gajah Mada pada tanggal 19 Desember 1974.
Dalam pidaotanya menjelang pembukaan Kongres Nasional Pramuka di Jakarta pada tanggal 12 Agustus 1976, Presiden Soeharto meyeruhkan kepada seluruh rakyat agar berikrar pada diri sendiri mewujudkan Pncasila dan mngajukan Eka Prasetia Pancakarsa bagi ikrar tersebut.
Adapun maksud Presiden Soeharto mengajukan nama Eka Prasetia Pacakarsa adalah menegaskan bahwa penyusunan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dipandang sebagai janji yang teguh, kuat, konsisten, dan tulus untuk mewujudkan lima cita-cita berikut.
a.      takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghargai orang lain yang berlainan agama/kepercayaan.
b.      mencintai sesame manusia dengan selalu ingat kepada orang lain, tidak sewenang-wenang.
c.       mencintai tanah air, menempatkan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi.
d.      demokratis dan patuh pada keputusan rakyat yang sah.
e.      suka menolong orang lain sehingga dapat meningkatkan kemampuan orang lain.
kemudian presiden mengajukan draf P4 adalah kepada MPR dan pada tanggal 21 Maret 1978 rancangan P4 disahkan menjadi Tap. MPR No. II/MPR/1978. Setelah disahkan oleh MPR, pemerintah membentuk komisipenasihat presiden mengai P4 yang dipimpin oleh Dr. Roeslan Abdulgani. Sebagai badan pelaksannya dibentuk Bdan Pembinan Pendidikan Pelaksana Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (BP7). Bdaan tersebut berkedudukan di Jakarta denggan tugas untuk mengoordinasi pelaksanaan program pentaran P4 yang dilaksanakan pada tingkat nasional dan regional.
Adapun tujuan dari penataran P4, pemerintah juga memberikan penekanan pada masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (sara). Sara menurut pemerintah Orde Baru merupakan masalah yang sensitive yang sring menjadi penyebab itmbulnya konflik atau kerusuhan sosial. Oleh karena itu, masyarakat tidak boleh mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan sara. Secara tidak langsung masyarakat dipaksa untuk berpikir seragam. Dengan kata lain yang lebih halus harus mau bersikap toleransi dalam arti tidak boleh membicarakan  atau menonjolkan perbedaan yang berkiatan dengan masalah sara. . Demikian juga dengan P4.
Setelah berjalan beberapa tahun, muncul kritik dari berbagai kalangan terhadap pelaksanaan P4 dan agar presiden meninjau kembali masalah P4.

Dwifungsi ABRI

konsep dwifungsi ABRI dipahami sebagai jiwa, tekad, dan semnagat pengabdian ABRI untuk bersama-sama dengan kekuatan perjuangan lainnya, memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia, baik di bidang hankam Negara maupun di bidang kesejahteraan bang dalam rangka penciptaan tujuan nasional, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. ABRI sebgai kekuatan hankam merupakan suatu unsur dalam lingkungan aparatur pemerintah yang bertugas di bidang kegiatan “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Adapun ABRI sebagai kekuatan sosial adalah suatu unsur dalam kehidupan sosial lainnya secara aktif melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan nasional.
secara umum intervensi ABRI dalam bidang politik pada masa Orde Baru yang mengatasnamakan dwifungsi ABRI salah satunya adalah dengan ditempatkan nya militer di DPR, MPR, maupun DPD tingkat provinsi dn kabupaten. Pelaksanaan Negara pada masa orde baru didominasi oleh ABRI. Dominasi yang terjadi pada masa itu dapat dilihat dari hal-hal berikut.
a.      banyak jabatan pemerintahan mulai dari bupati, wali kota, gubernur, [pejabat eselon, menteri, bahkan duta besar diisi oleh anggota ABRI yang “dikaryakan”
b.      ABRI melalui berbagai yayasan yang dibentuk diperkenankan mempunyai dan menjalankan berbagai bidang usaha dan lain-lainnya.
c.       selain dilakukannya pembentukan fraksi ABRI di parlemen, ABRI bersama-sama Korpri keberadaan Golkar sebagai “partai politik” yang berkuasa pada waktu itu.

Rehalibitasi Ekonomi pada Masa Orde Baru

Program rehalibitasi ekonomi Orde Baru dilaksanakan berdasarkan pada Tap. MPRS No. XXIII/MPRS/1966. Isinya antara lain mengharuskan diutamakannya masalah perbaikkan ekonomi rakyat di atas segala persoalan nasional yang lain, termasuk persoalan politik. Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus membantu perbaikan ekonomi rakyat. Prioritas pertama yang dilakukan pemerintah untuk rehalibitasi ekonomi adalah memerangi atau mengendalikan hiperinflasi antara lain dengan menyusun APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) berimbang. Sejalan dengan kebijakan tersebut pemerintah Orde Baru berupaya menyelesaikan masalah utang luar negeri sekaligus mencari utang baru yang diperlukan bagi rehalibitasi maupun pembangunan ekonomi berikutnya.
Untuk menanggulangi masalah utang piutang luar negeri, pemerintah Orde Baru berupaya melakukan diplomasi yang intensif dengan mnegirimkan tim ke Paris, Prancis (Paris Club) untuk merundingkan utang piutang Negara dan mengirimkan ke London, Inggris (London Club) untuk merundingkan utang piutang swasta. Adapun bukti keseriusan untuk bersahabat dengan Negara para donor, pemerintah Orde Baru sebelum pertemuan Paris Club telah mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan pemerintah Belanda mengenai pembayaan ganti rugi sebesar 165 juta dollar AS terhadap beberapa perusahaan mereka yang di nasionalisasi oleh Orde Lama. Begitu juga dengan Inggris telah dicapai suatu kesepakatan untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan Inggris yang kekayannya disita oleh pemerintah Republik Indonesia pada waktu era konfrontasi (tahun 1965).
pemerintah Orde Baru pada tanggal 10 Januari 1967 memberlakukan Undang-Undnag No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan undang-undang tersebut, pemerintah ingin menunjukkan kepada dunia intrenasional bahwa arah kebijakan yang akan ditempuh oleh pemerintah Orde Baru berbeda dengan yang dilakukan oleh Orde Lama.
Dengan upaya diplomasi ekonomi ke Negara-negara Barat dan Jepang, tidak hanya berhasil mengatur penjadwalan kembali pembayaran utang Negara dan swasta yang telah jatuh tempo, tetapi juga mampu meyakinkan dan menggugah Negara-negara tersebut untuk membantu Indonesia mengatasi masalah ekonomi. Hal tersebut terbukti dengan dibentuknya Inter – Governmental Group on Indonesia (IGGI). Pembentukkan IGGI diawali dengan pertemuan antara para negara yang memiliki komitmen untuk membantu Indonesia pada bulan Februari 1967 di Amsterdam. Inisiatif tersebut datang dari Belanda. Pertemuan tersebut dihadiri oleh delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan internasional. Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk membentuk IGGI dan ketuanya Belanda.
Selain mengupayakan masuknya dana bantuan luar negeri, pemerintah Orde Baru juga berupaya menggalang dana dari dalam negeri (dana masyarakat). Salah satu strategi nya adalah bersama-sama Bank Indonesia dan bank-bank milik Negara lainnya berupaya agar masyarakat mau menabung. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru adalah dengan menerbitkan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN Np. 6 Tahun 1968). Untuk menindak lanjuti dan mengefektifkan UUPMA dan UUPMDN pada tatanan pelaksanaannya, pemerintah membentuk lembaga-lembaga yang bertugas menaganinya.
Pemerintah Orde Baru pada tanggal 19 Januari 1967 membentuk Badan Pertimbangan Penanaman Modal (BPPM). Berdasarkan Keppres No. 286/1968 BPPM diubah menjadi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah Orde Baru pada awal pemerintahan mulai menunjukkan hasil, hiperinflasi mulai dapat dikendalikan..

Kebijakan-Kebijakan Pemerintah Orde Baru

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »